8 April 2013

aku menulis


aku ingin menjadi penulis. tapi selalu saja ada halangan untuk menyelesaikan tulisan, terutma "perasaan"
tulisan tu penting, sebagai dokumentasi pribadi. tapi "perasaan" ini slalu saja membunuh kreatifitas ku.
secerdas dan sehebat apa pun seorang dalam berorasi, tu akan sangat kurang nilainya bila ia tidak bisa menulis, karena dengan tulisan orang tidak hanya bisa menyampaikan gagasannya satu atau dua kali, bahkan ribuan tahun lamanya selama tulisan tu ada, maka ia akan tetap hidup dengan gagasan dan buah pikirnya.
sangat menyenangkan bisa menulis, bisa menceritakan banyak hal kepada orang lain melalui tulisan, berbagi ilmu dan pengalaman.
ini adalah ceritaku yang telah banyak menulis cerpen yang tak pernah mencapai akhir, semuanya terputus ditengah jalan, terkadang ketika sudah menulis tiba-tiba setengah jalan sudah kehilangan ide,  atau rasa "bingung" mau nulis apa, rasa "jelek"- maksudnya merasa cerita yang aku tulis tu "jelek dan tidak bagus"
yah mungkin ini yang disebut "cobaan" untuk pemula seperti ku,
dalam islam "menulis" tu sangat penting, wahyu pertama kali turun kepada nabi merupakan perintah "iqra-bacalah".  kemudian dilanjutkan dengan kata "qalam-pena". antara baca dan tulis memang tidak dapat dipisahkan, seorang penulis tidak bisa menulis tanpa membaca, dan seorang yang hanya membaca saja tentu tidak akan sempurna tanpa kemampuan menulis juga.
yang menarik adalah "menulis", ini adalah sebuah aktifitas yang sederhana namun tidak semua orang bisa dan mau mengerjakannya, hal ini bisa dicoba dengan tes "menulis", akan sangat berbeda sekali seorang yang biasa menulis dengan orang yang tidak biasa menulis. mungkin bagi orang yang sudah terbiasa menulis ia akan sangat mudah sekali menuliskan banyak kata yang kemdian ia rangkai menjadi kalimat, dan mereka yang tidak terbiasa dengan menulis, mereka akan sangat merasa kesulitan dan terputus ditengah jalan, (hal ini sedang terjadi pada diriku sendiri)
ketika semster satu, ini sangat mendadak sekali, Dosen meminta masing-masing mahasiswa untuk menuliskan  sebuah opini singkat diselembar kertas polio dengan tema "Bencana Alam dan Kaitannya dengan Kehendak Tuhan", mungkin kalian sudah bisa menebak seperti apa aku saat itu, yang lucunya lagi "rasa" yang tu tidak aku alami sendiri, sebanyak dua puluh orang mahasiswa juga merasakan hal yang sama "bingung tidak tau harus nulis apa ",
hebatnya lagi aku sudah bingung di awal, hanya untuk menulis judul, "memilih judul" saja aku pusing, entah apa yang membuat pusing, tapi tu benar-benar terjadi. kurang lebih sepuluh menit aku hanya bisa melihat kertas putih yang sedikitpun tidak ada coret tinta hitam dari penaku, aku terus menoleh kanan kiri, ada yang tertunduk sibuk dengan tulisannya, ada yang menerawang ke langit, entah apa yang ia pikirkan-mungkin mengharap ilham dari langit.
nah ini dia point pentingnya-seorang bisa karena kondisi yang mengharuskannya bisa- dan keharusan untuk menyelesaikan tulisan tu pada saat tu juga yang mengharuskan ku bisa menulis (hal ini yang kedepannya mengilhamiku untuk terus dan rajin menulis-meski tidak bagus) aku hanya menulis satu lembar saja dan tidak bolak balik, seperti yang diinginkan dosen, tapi justru aku yang mendapatkan nilai yang paling bagus, dari sekian banyak teman mahasiswa aku termasuk the best three dalam tugas ini, (waktu tu aku tidak percaya-ternyta otakku encer juga) judul yang ku tulis waktu itu adalah "membunuh taqdir"
dalam tulisan tu aku membahas tentang pengertian takdir dan apa tu takdir, baru kemudia aku kaitakan dengan bencana alam yang banyak sekali menimpa negri kita ini.kesalahan penulis adalah tulisan tu tidak didokumentasikan, tulisan tu dikumpulkan ke pak dosen yang sampai sekarang tidak pernah bertemu lagi,
beliau hanya mengajar di semester satu.
"tidak ada orang yang terlahir dengan kemampuan yang luar biasa" semua melalui proses yang panjang, apa pun tu dan aku yakin kalian setuju dengan ini, seseorang dinilai dengan usahanya dan dengan tu mereka akan sukses, "kau akan mendapatkan sebesar apa yang kau usahakan"
ketiak kecil dulu aku bercita-cita ingin menjadi tentara, karena yang ada dalam pikiranku saat tu tentara tu sangat hebat, kuat, dan jago tembak. (maklum anak laki-laki, suka maen perang-perangan) tapi ketika udah naik kelas tiga sd, aku sudah berubah halua ingin menjadi dokter. aku sedih sekali dengan kenyataan hidup ini saat setatus sosial menjadi penghalang untuk mendapatkan perawatan lebih. ketika tu kakek ku sakit komplikasi. penyakitnya banyak sekali, dan juga kakek sudah terlalu banyak minum obat, hanya karena keluarga ku tidak sanggup untuk melunasi pembayaran di muka, pengobatan ditunda dan sampai akhirnya meninggal dunia.. saat tu hatiku pedih sekali, saat menelan ludah ku sendiripun terasa pahit, aku hanya bisa menangis, tapi dalam hati aku menyimpan banyak kebencian yang sangat mendalam kepada dokter, meski aku tidak tahu siapa dokter yang aku benci. saat tu aku bertekad akan menjadi dokter dan menolong siapa pun orang yang sakit, tanpa harus membebankan biaya yang sangat mahal. sejak itu aku mulai suka mempelajari buku-buku tentang obat dan penyakit, aku rajin belajar ipa, dan semua macam obat-obat tradisional juga aku pelajari. tapi ini tidak lama, akhir kls 6 sd aku sudah tidak berminat lagi menjadi dokter.
aku mulai paham, bahwa dokter tidak sekejam yang ku kira, dokter justru melakukan yang terbaik untuk pasiennya.
setelah lulus sd aku mulai menjalani hidup baru sebagai seorang "santri" yang dituntut mandiri, dan tu bukanlah hal yang baru bagiku, jauh sebelum aku sekolah juga ibu sudah mengajarkan hal itu, di pesantren aku menemukan dunia yang lain, yang sangat jauh berbeda dengan kehidupanku dulu ketika masih di rumah,
tidak ada lagi alam bebas, tidak ada lagi main sepuasnya, berenang di sungai, mancing, bermain layang-layang, mengejar setiap truk yang lewat di jalan, (maklum, anak kampung)
di Pesantren aku bertemu dengan orang-orang yang kemudian aku panggil ustad dan kyai, orang yang mengajarkan ku arti ketenangan batin, mengajarkan ku tuk lebih mengenal siapa "dzat yang tak pernah tertidur,yang tak pernah lalai mengawasi hambanya"

Tiada ulasan:

Catat Ulasan