Senja ini
aku melihat masa lalu, rasa sedih dan semua kenangan tergambar di langit senja,
aku sempat menyerah dengan waktu, tapi tidak untuk saat ini, dan tidak untuk
hari yang akan datang, waktu itu aku hanya lelah, waktu itu aku hanya sedih,
dan aku tak tahu apa-apa.
Suara burung
menyadarkan ku dari semua ini, aku terlalu banyak menghayal dan berpikir
kalau-kalau hujan rejeki. Lihatlah mereka, betapa bahagianya menjadi burung. Terbang
kemana saja yang ia suka, ia bebas, tak perlu bayar pajak, tak mungkin ada
polisi yang meniup pluit. Untug aku tidak jadi burung.
Semakin lama
warna emas itu berubah menjadi merah. Ada
jingga dan ungu disana, dulu sekali, waktu aku masih belum bisa berpikir
seperti saat ini, aku berlari, aku memburu nafasku sendiri, gol… teriakku, aku
lupa waktu, tapi aku sangat gembira sekali, meski pulang nanti, ibu sudah
menunggu di depan pintu dan siap menjewer telingaku. Dan sekarang aku rindu
saat itu.
“hay,
jangan lama-lama memandangi langit senja, itu pamali”. Kenapa bisa pamali, apa
itu pamali, “banyak setan yang keluar mencari makan”. ah, aku tidak percaya
itu, aku senang senja ini, mungkin setan pun sedang duduk bersamaku melihat matahari
tenggelam. Lihat dia menyapaku, ayah selalu bilang untuk tidak sia-siakan waktu,
aku tak ingin sia-siakan waktu ku, aku ingin melihat senja ini, aku tak tahu apa
kah esok akan ada senja lagi atau tidak.
Di surau sudah
terdengar lantunan ayat Al-Qur’an, terdengar sayup namun terasa tenang dan damai,
senja itu begitu indah. Aku tersenyum sendiri, di langit sana aku melukis semuanya, wajah-wajah yang bahagia.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan