12 April 2013

melukis senja


Senja ini aku melihat masa lalu, rasa sedih dan semua kenangan tergambar di langit senja, aku sempat menyerah dengan waktu, tapi tidak untuk saat ini, dan tidak untuk hari yang akan datang, waktu itu aku hanya lelah, waktu itu aku hanya sedih, dan aku tak tahu apa-apa.
Suara burung menyadarkan ku dari semua ini, aku terlalu banyak menghayal dan berpikir kalau-kalau hujan rejeki. Lihatlah mereka, betapa bahagianya menjadi burung. Terbang kemana saja yang ia suka, ia bebas, tak perlu bayar pajak, tak mungkin ada polisi yang meniup pluit. Untug aku tidak jadi burung.
Semakin lama warna emas itu berubah menjadi merah. Ada jingga dan ungu disana, dulu sekali, waktu aku masih belum bisa berpikir seperti saat ini, aku berlari, aku memburu nafasku sendiri, gol… teriakku, aku lupa waktu, tapi aku sangat gembira sekali, meski pulang nanti, ibu sudah menunggu di depan pintu dan siap menjewer telingaku. Dan sekarang aku rindu saat itu.
“hay, jangan lama-lama memandangi langit senja, itu pamali”. Kenapa bisa pamali, apa itu pamali, “banyak setan yang keluar mencari makan”. ah, aku tidak percaya itu, aku senang senja ini, mungkin setan pun sedang duduk bersamaku melihat matahari tenggelam. Lihat dia menyapaku, ayah selalu bilang untuk tidak sia-siakan waktu, aku tak ingin sia-siakan waktu ku, aku ingin melihat senja ini, aku tak tahu apa kah esok akan ada senja lagi atau tidak.
Di surau sudah terdengar lantunan ayat Al-Qur’an, terdengar sayup namun terasa tenang dan damai, senja itu begitu indah. Aku tersenyum sendiri, di langit sana aku melukis semuanya, wajah-wajah yang bahagia.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan