“Mana mungkin orang kaya itu mau dengan mu, lelaki yang tak
punya identitas jelas. Mana mungkin orang kaya itu mau dengan mu, lelaki yang
tidak jelas. Jelas-jelas dia menolakmu, tak perlu lagi kau mengejar mimpimu
itu, mimpi pada siang bolong. Aku sudah bosan ingatkan ini padamu, cobalah
sadar sedikit, siapa dirimu. Kau selalu saja berkilah dengan alasan cinta.
Lelaki sepertimu seharusnya tak mengenal cinta, tak harus mengenalnya, dan
sekarang kau tahu kan ,
itulah dia, si orang kaya yang kau cintai, jelas-jelas dia tidak akan mau
denganmu”.
Malam yang dingin sekali, seluruh tubuhku bergetar, aku
kedinginan, tubuhku menggigil, bibirku pucat, mataku terasa berat. Ah, andai
saja bukan karena malam ini, mungkin aku sudah terbaring pulas di rumah. Angin
tak lagi menyapa dengan lembutnya, mulai ada suara berisik, suara angin, daun
dan ranting yang patah, nafasku tertahan dan dadaku mulai sesak. Malam ini aku
harus kesana, ini adalah malam peruntungan ku, aku bisa menghabiskan malam yang
panjang, ini adalah waktunya, sejak lama aku bayangkan perjumpaan ini.
Jalanku begitu gelap, ah, aku lupa tidak bawa senter,
harusnya aku ingat ini sebelum berangkat, sudah terlanjur jauh tak mungkin aku
kembali. Aneh, malam ini semakin larut tapi aku masih belum sampai. Mataku terasa
berat, ini dingin sekali.
“Sedang apa kau disini. Ini bukan tempatmu, pulang sana ”. Siapa yang berani
membentakku malam ini, pasti aku sedang bermimpi, tapi kupingku panas sekali. “Cepat
pergi, sebelum yang lain datang, nanti kau bisa dimakan mereka”.
Aku tambah pusing, aku berlari, aku lupa jalan ku begitu
gelap. “Hai.,, kau menabrak ku, Cepat minta maaf”, aku minta maaf. “Apakah
begitu saja, lihat mereka”.
“Loh kok kamu bisa ada disini, kamu habis mabuk ya, sejak
kapan kau suka minum”. Iya aku sedang mabuk dan pusing, tapi aku tidak minum.
Aku bertemu dengan orang aneh semalam. “orang aneh, mana mungkin ada orang
aneh, kau saja yang mabuk. Cepat pulang dan bersihkan dirimu, kau harus
istirahat, tak ada baiknya disini dengan wajah seperti itu”.
Wajah, kenapa wajahku, apakah ada yang aneh.
Dirumah itu aku terdiam, aku lupa dengan wajahku, aku lupa
dengan caraku melihat, bukankah ini rumahku yang dulu, dan beginilah dari dulu,
apa yang salah. Tidak ada air, aku harus mengambilnya di sungai. “Jangan kesini,
pergi, pergi, pergi”.
Apakah di rumah selalu seperti ini, melihat ke dinding yang
gelap. Ah, matahari, kau selalu pergi dengan cepat, cepat sekali.
“Harusnya kau merasa beruntung sekali, aku masih mau disini
menemanimu, kalau tidak, mau jadi apa kau disini, sudah ku bilang dari dulu,
tapi kau tidak pernah mau mengerti. Malam ini malam yang keseratus, kau tak
boleh keluar lagi, orang kaya itu tidak akan mau denganmu, orang kaya itu akan
membunuhmu, karena malam ini adalah malam keseratus”.
Jangan coba-coba kau merayuku, dia tidak mungkin membunuhku,
bukan kah aku sudah katakan padamu, dia adalah cintaku. “Kau terlalu banyak
memakan pil cinta, lihatlah dirimu, bahkan, kau saja tak ingat bagaimana kau
bisa hidup sampai saat ini. Orang tidak kasihan padamu, mereka membencimu,
mereka ingin membunuhmu”. Tidak, tidak, tidak.
“Terserah lah, kau terlalu keras kepala. Coba saja kau ingat,
adakah cinta itu membuatmu bahagia seperti yang selalau kau katakan, mana
buktinya, kau hanya bisa bercerita”.
Hari semakin gelap, tak ada lagi yang diluar rumah, malam ini
begitu tenang, tak ada cemburu juga petaka, malam ini tak ada cahaya dari
langit, bintang dan bulan juga ikut tertidur. Karena malam ini adalah malam
yang keseratus. aku harus kerumahnya, aku harus katakan padanya, aku masih sama
seperti dulu.
“Cepat sekali kau datang, ini masih belum tengah malam,
pulanglah lagi, dan kembalilah nanti”. Mataku sudah perih, aku tak bisa
kembali, biarkan aku menunggu disini, aku tak apa bila harus menunggu disini,
kakiku sudah tak kuat lagi. Sudah malam sekali, sudah larut, aku tak dapat
melihat, gelap.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan